Senin, 08 Agustus 2016

Keluarga dan Peradaban Kemanusiaan



Oleh : Cahyadi Takariawan


"Mengapa keluarga dapat dikatakan sebagai batu pertama untuk membangun negara ?" demikian pertanyaan Husain Muhammad Yusuf mengawali pembahasan tentang Posisi Keluarga dalam Negara. "Sebab", tulisnya, "Sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya".

Keluarga, dalam terminologi sosial sebagaimana dikemukakan Robert MZ. Lawang, dipahami sebagai kelompok orang-orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi; yang membentuk satu rumah tangga; yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan melalui peran-perannya sendiri sebagai anggota keluarga; dan yang mempertahankan kebudayaan masyarakat yang berlaku umum, atau bahkan menciptakan kebudayaan sendiri. Empat karakteristik universal keluarga, tercermin dari definisi di atas.

Pertama, keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Kedua, mereka hidup bersama dalam satu rumah dan membentuk satu rumah tangga (house hold). Ketiga, mereka merupakan satu kesatuan yang berinteraksi dan berkomunikasi. Keempat, mempertahankan kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang luas, atau mereka menciptakan kebudayaan sendiri.

Menurut Hibbah Rauf Izzat, keluarga adalah unit yang sangat mendasar di antara unit-unit pembangunan alam semesta. Ismail Raji Al Faruqi menganggap keluarga juga merupakan infrastruktur bagi masyarakat yang bersaing dengan infrastruktur masyarakat lain di dalam mewujudkan tujuan-tujuan konsep istikhlaf (peradaban).


Fungsi Edukatif dalam Keluarga

William J. Goode menyebutkan tiga fungsi keluarga, yaitu fungsi reproduktif, ekonomi dan edukatif. Sedangkan William Ogburn, selain fungsi edukatif dan ekonomi,menambahkan dengan fungsi perlindungan, rekreasi, agama dan status pada individu. Nabi Muhammad saw telah memberikan perhatian yang amat spesifik dalam masalah keluarga, dan menempatkan keluarga sebagai batu bata kokoh dalam membangun peradaban umat manusia.

Di antara fungsi besar dalam keluarga adalah edukatif. Dari keluarga inilah segala sesuatu tentang pendidikan bermula. Apabila salah dalam pendidikan awalnya, peluang untuk terjadi berbagai distorsi pada diri anak demikian tinggi. Demikian pula sebaliknya. Di sini kita akan menggunakan kata tarbiyah, bukan ta'dib,sebagai makna pendidikan atau juga pembinaan.

Tak bisa disangkal lagi bahwa pendidikan bermula dari rumah, bukan dari sekolah. Bahkan, meminjam istilah Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam teori Quantum Learningnya, pembelajaran masa kecil di rumah adalah saat-saat yang amat menyenangkan. Mereka menyebut contoh belajar berjalan pada anak usia satu tahun. Kendati dengan tertatih dan berkali-kali jatuh, toh anak pada akhirnya mampu berjalan, tanpa merasa ada kegagalan, suatu hal yang amat berbeda dengan pembelajaran orang dewasa.

Fungsi edukatif dalam keluarga menjadi sedemikian vital untuk mempersiapkan masa depan umat. Khalid Ahmad Asy Syantuh menyebutkan, pendidikan merupakan sarana perombakan yang fundamental. "Sebab", katanya, "ia mampu merombak jiwa manusia dari akar-akarnya". Seluruh anggota keluarga harus mendapatkan sentuhan tarbiyah untuk menghantarkan mereka menuju optimalisasi potensi, pengembangan kepribadian, peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan dalam ukuran kemanusiaan.

Adapun tujuan tertinggi dari proses pendidikan, menurut Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibany, bisa dirumuskan dengan beberapa rumusan berikut: perwujudan diri, persiapan untuk kewarganegaraan yang baik, pertumbuhan yang menyeluruh dan terpadu, serta persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.Dengan demikian, pendidikan dalam keluarga tengah menyiapkan anggotanya mencapai tujuan tertinggi tersebut, atau dalam bahasa Muhammad Quthb diistilahkan dengan ungkapan ringkas, "manusia yang baik", sebagaimana ungkapan Al Qur'an: "Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling bertaqwa".


Kapan Dimulainya Pendidikan ?

Glenn Doman pernah menuturkan kisah seorang ibu yang bertanya kepada ahli perkembangan anak tentang mulai kapan ia harus mulai mendidik anaknya.

"Kapan anakibu akan lahir?" tanya sang ahli.

"Oh, anak saya telah berusia lima tahun sekarang" jawab ibu.

"Cepatlah ibu pulang. Anda telah menyia-nyiakan lima tahun yang paling baik dari hidup anak anda".

Kisah di atas diangkat dari pertanyaan: kapan mulai mengajar anak membaca? Apabila kita perluas dalam bahasa pendidikan, maka pendidikan anak dimulai bukan saja ketika bayi telah lahir, atau ketika masih dalam kandungan si ibu. Akan tetapi prosesi pendidikan itu telah dimulai sejak seorang laki-laki memilihkan calon ibu bagi calon anak-anaknya, dan ketika seorang wanita memilihkan calon bapak bagi calon anak-anaknya. Ikatan perkawinan merupakan awal mula terjadinya pendidikan, dan awal mula pendirian laboratorium peradaban.

Husain Muhammad Yusuf berpendapat, "Agama tidak menganggap perintah untuk melaksanakan perkawinan hanya sebatas jalan resmi menurut hukum untuk membentuk keluarga, atau sebagai cara yang mulia untuk melahirkan anak-anak shalih, atau untuk menundukkan pandangan mata, atau untuk merendahkan gejolak nafsu, atau untuk memenuhi tuntutan biologis saja. Tetapi agama menganggap perkawinan sebagai sesuatu yang lebih agung dari masalah-masalah tersebut. Agama menganggap keluarga sebagai jalan untuk merealisir tujuan yang lebih luas lagi, yang mencakup seluruh sektor kehidupan masyarakat".

Dengan demikian pendidikan telah dimulai dari awal: pembentukan pribadi-pribadi yang bertemu dalam ikatan pernikahan untuk membentuk sebuah keluarga. Pendidikan tidak dimulai ketika bayi telah lahir, atau ketika sudah saatnya sekolah. Sejak awal, orang tuanya telah mempersiapkan bekal yang baik bagi calon anak-anak yang diharapkan baik pula.

Kendati demikian, prosesi pendidikan secara operasional baru dapat dilakukan ketika anak sudah maujud. Adnan Hasan Shalih Baharits mengemukakan bahwa pada lima tahun pertama dalam kehidupan anak, 90 % pendidikan sudah dapat dilakukan secara tuntas. Sejalan dengan itu adalah pernyataan ulama besar Ibnul Qayim al Jauzi bahwa pembinaan yang paling baik adalah di waktu kecil. Hal ini menuntut peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, sebagai suatu kewajiban besar yang tak mungkin dihindarkan.


Pendidikan Integratif dalam Keluarga: Sebuah Laboratorium Peradaban

Di antara fungsi keluarga dalam tinjauan sosiologis, baik menurut Goode maupun Ogburn, adalah fungsi edukatif. Secara normatif, Abdullah Nasih Ulwan menyebutkan tujuh macam pendidikan integratif dalam keluarga, yaitu pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan fisik, pendidikan intelektual, pendidikan psikis, pendidikan sosial, dan pendidikan seksual. Ketujuh macam pendidikan tersebut harus terintegrasikan secara sistemik dalam keluarga.

Hibbah Rauf Izzat menambahkan perlunya pendidikan politik dalam keluarga, sekaligus melancarkan kritik terhadap wacana fikih keluarga yang cenderung mengabaikan perhatian terhadap masalah politik, "Sisi-sisi politik di dalam institusi keluarga tidak mendapatkan perhatian di dalam pemikiran dan fiqih Islam. Tulisan-tulisan filsafat yang memberikan perhatian kepada politik kaum lelaki telah mempergunakan politik dengan makna kaidah-kaidah pergaulan antara manusia dan perilaku mereka dan berpusar pada kerangka moralitas. Berbagai tulisan yang membahas politik agama sama sekali tidak pernah menyebut institusi keluarga sebagai salah satu unit politik, sedangkan buku-buku fiqih hanya bertumpu kepada segi-segi muamalah, hukum perkawinan dan perceraian, serta tidak menyentuh sama sekali kepada bidang-bidang yang lainnya. Begitulah institusi keluarga tetap menjadi medan kajian fiqih dan akhlaq, dan tidak pernah dikaji dalam kerangka politik agama".

Pendidikan iman merupakan pondasi yang kokoh bagi seluruh bagian-bagian pendidikan. Keimanan yang tertanam pada diri setiap anggota keluarga akan memungkinkannya mengembangkan potensi fitrah dan beragam bakat. Pendidikan moral akan menjadi bingkai kehidupan manusia, setelah memiliki landasan kokoh berupa iman. Pada saat budaya masyarakat menyebabkan degradasi moral, maka penguatan moralitas melalui pendidikan keluarga menjadi semakin signifikan kemanfaatannya.

Pendidikan psikis membentuk berbagai karakter positif kejiwaan, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kelembutan, sikap optimistik, dan seterusnya. Karakter ini akan menjadi daya dorong manusia melakukan hal-hal terbaik bagi urusan dunia dan akhiratnya. Pendidikan fisik tak kalah penting. Keluarga muslim harus menampakkan berbagai kekuatan, termasuk kekuatan fisik: agar tubuh menjadi sehat dan kuat. Kekuatan fisik termasuk alasan yang diberikan Tuhan atas diangkatnya Thalut sebagai pemimpin bani Israil, bashthatan fil ilmi wal jismi. Konsumsi fisik yang halal dan thayib harus mengarah kepada penyiapan kekuatan peradaban masa depan.

Pendidikan intelektual harus dilakukan dalam keluarga sejak dini, karena peradaban masa depan umat amat bergantung kepada kapasitas intelektual mereka. Anggota keluarga harus memiliki kecerdasan yang memadai, sebab mereka harus bersaing dengan beraneka kebudayaan sebagai konsekuensi logis globalisasi informasi. Pendidikan sosial bermaksud menumbuhkan kepribadian sosial anggota keluarga, agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi dan menebarkan kontribusi positif bagi upaya perbaikan masyarakat. Pendidikan sosial memunculkan solidaritas sosial yang pada gilirannya akan mengoptimalkan peran sosial seluruh anggota keluarga.

Pendidikan seksual juga diperlukan dalam keluarga muslim. Kesadaran dirisebagai laki-laki atau perempuan penting untuk mendapatkan perhatian sejak dini agar tidak menimbulkan bias. Pengertian tentang kesehatan reproduksi bukan hanya diberikan kepada anak perempuan, tetapi juga kepada anak laki-laki. Penghormatan satu pihak dengan pihak yang lainnya -antara laki-laki dan perempuan- sehingga tidak terjadi dominasi laki-laki atas perempuan, bagian dari kesadaran gender yang mesti ditumbuhkan.

Pendidikan politik dalam keluarga, sebagaimana disampaikan oleh Izzat, mendesak untuk mendapatkan perhatian. Ia menuliskan, "Keluarga (suami isteri) atau keluarga kecil, dianggap sebagai proyek percontohan kecil umat dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya. Hal ini tercermin dalam nilai-nilai mendasar yang menentukan sistem Islam dan pada saat yang sama dianggap sebagai tonggak dan batu pondasi yang sangat penting bagi sistem ini. Barangkali konsep kepemimpinan dan konsep musyawarah merupakan karakteristik yang paling menonjol padanya".

Sebenarnya kajian mengenai pendidikan politik telah dimulai bersamaan dengan munculnya pandangan Plato dan Aristoteles yang mengasumsikan pendidikan anak-anak itu serupa dengan tabiat negara. Pemikir lainnya, Boden, dalam tulisan-tulisannya mengemukakan mengenai urgensi ketaatan dalam institusi keluarga sebagai dasar ketaatan terhadap institusi pemerintah. Kendati demikian, kesadaran akan adanya pendidikan politik dalam keluarga seperti ini memang belum dimiliki oleh sebagian masyarakat kita. Mereka hanya memberikan hak pendidikan politik ini kepada pemerintah dan partai politik.

Pendidikan politik bisa dilakukan melalui berbagai macam media, seperti keluarga, sekolah, kelompok, dan sarana informasi. Media-media itulah yang dapat memindahkan budaya politik suatu masyarakat kepada generasi lainnya, yang dalam hal ini satu konsep berkaitan dengan konsep-konsep lainnya seperti syari'at, identitas, kepemimpinan dan kewarganegaraan. Semua itu, menurut Ahmad Jamal Zhahir, ditujukan untuk mewujudkan stabilitas dalam hubungan antara rakyat dengan negara.

Praktik pendidikan politik dalam institusi keluarga dapat berlangsung dengan baik apabila didukung oleh berbagai perangkat dan mekanisme. Menurut Izzat, yang paling penting di antaranya adalah, pertama, hierarki kekuasaan dalam institusi keluarga, kedua, suasana keluarga, dan ketiga, bahasa, konsep serta simbol-simbol. Hierarki kekuasaan dalam keluarga merupakan cara pendidikan politik, karena institusi keluarga merupakan negara mini bagi anak-anak. Bagi Dean Jaros dalam bukunya Socialization to Politics, pengetahuan anak-anak tentang kekuasaan yang ada dalam institusi keluarga merupakan awal pengetahuannya terhadap kekuasaan di dalam negara dan kedudukannya di dalam negara.

Sumbangan besar dari hierarki dalam keluarga beserta segala implikasinya dalam konteks pendidikan keluarga, bisa dilihat dari beberapa tema berikut: konsep kepemimpinan, ketaatan dalam kebaikan, serta konsep musyawarah. Kepemimpinan keluarga mengharuskan sikap adil terhadap yang dipimpinnya. Agar bisa berlaku adil dalam memimpin, sehingga kepemimpinannya layak ditaati, diperlukan prinsip musyawarah.

Suasana keluarga juga memegang peranan penting dalam pendidikan politik. Cinta, kasih sayang dan kemesraan hubungan yang diperoleh anak-anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang dapat mencetak jiwa dan perilaku sosial serta politik mereka. Kajian yang dilakukan oleh Kenneth P. Langton dan M. Kent Jennings untuk masyarakat Barat memberikan petunjuk bahwa ketika anak kecil dihadapkan kepada pemilihan afiliasi partai politik kedua orang tuanya, ia akan cenderung kepada orientasi ibunya. Ini dianggap sebagi pengaruh ibu dalam pembinaan orientasi politik individu. Langton juga menunjukkan hasil kajian yang lain, adanya pengaruh ayah terhadap perilaku politik anak-anaknya sebagai pemain politik dalam masyarakat.

Izaat mengungkapkan bahwa simbol-simbol politik bukanlah simbol-simbol yang berkaitan dengan kekuasaan dan negara saja, melainkan semua simbol budaya memiliki muatan makna politik. Bahkan sesungguhnya simbol-simbol itu sifatnya tidak langsung, tetapi terkadang lebih besar dan lebih dalam pengaruhnya dalam membentuk kesadaran politik anak-anak daripada simbol-simbiol yang langsung. Dalam hal ini institusi sosial khususnya keluarga, lebih efektif dibandingkan dengan institusi-institusi politik pada umumnya.

Contoh simbol-simbol yang memiliki indikasi pendidikan politik banyak sekali dijumpai dalam keluarga. Simbol ini bisa terkandung dalam kisah kanak-kanak sebagai tokoh sentral atau pahlawan, atau nilai-nilai yang terkandung dalam kisah kepahlawanan pada umumnya. Permainan senjata pada anak-anak bisa menghantarkan pada nilai kepejuangan dan patriotisme. Bahkan nama anak itu sendiri bisa mencerminkan suatu simbolisasi politik yang diambil dari nama tokoh-tokoh dalam sejarah.

Pendidikan integratif yang terjadi dalam keluarga akan menghasilkan produk yang berkualitas, sebagai bahan baku meretas peradaban baru. Perubahan sosial, budaya dan politik dari masyarakat senantiasa beranjak dari perubahan individu, sebagaimana ungkapan ayat Qur'an, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri".

Tentu saja pembinaan kepribadian ini harus dimulai dari rumah. Tak bisa disangsikan lagi, bahwa keluarga merupakan laboratorium bagi lahirnya peradaban mulia yang dicitakan umat manusia.


Model Pendidikan Keluarga

Di depan telah diuraikan secara ringkas bahwa pendidikan dalam keluarga bersifat integratif, dimana segala aspek potensi kemanusiaan mesti terberdayakan. Paulo Freire mengembangkan wacana pendidikan yang humanis, ungkapan antagonistik dari sistem pendidikan dominasi dan dehumanisasi. Dalam pandangan Freire, salah satu perbedaan utama antara pendidikan sebagai sebuah kewajiban humanis dan liberal di satu sisi, dengan dominasi dan dehumanisasi di sisi yang lain, adalah bahwa dehumanisasi merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan, sedangkan humanisasi merupakan proses pemberdayaan masyarakat melalui ilmu pengetahuan.

Dalam hubungannya dengan kesadaran manusia dan dunia, menurut Freire, pendidikan yang dilihat sebagai bentuk dominasi menganggap kesadaran manusia semata-mata merupakan wadah kosong yang harus diisi; sedangkan pendidikan sebagai sebuah proses pembebasan dan humanisasi memandang bahwa kesadaran itu sebagai suatu 'hasrat' (intention) terhadap dunia. Selanjutnya Freire menambahkan, "Dengan mengasumsikan pendidikan sebagai proses dominasi, orang yang menguasai ilmu pengetahuan justru meniadakan prinsip kesadaran aktif. Pendidikan ini menjalankan praktik-praktik yang digunakan orang untuk 'menjinakkan' kesadaran manusia, mentransformasikannya ke dalam sebuah wadah kosong. Pendidikan budaya dalam dominasi ini diarahkan pada situasi dimana guru merupakan satu-satunya orang yang mengetahui dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik sebagai orang yang tidak tahui apa-apa".

Dalam wacana pendidikan keluarga, yang terjadi haruslah sebuah pemberdayaan yang aktif. Kendatipun ada kekuatan dominasi karena otoritas kepemimpinan laki-laki (suami) dalam rumah tangga, tetapi tidak boleh mengarah kepada prosesi pendidikan yang melakukan praktik dehumanisasi. Di rumah tak sekadar terjadi transformasi pengetahuan secara sepihak dan searah dari suami kepada isteri dan anak-anak, akan tetapi terjadi proses pembelajaran bersama sebagai wujud kesadaran kosmopolis manusia terhadap alam.

Dalam bahasa Freire, pendidikan dan aksi budaya yang membebaskan, "merupakan proses yang otentik untuk mencari ilmu pengetahuan guna memenuhi hasrat keinginan peserta didik dan guru dengan kesadaran untuk menciptakan ilmu pengetahuan baru". Interaksi yang terjadi dalam keluarga tidak boleh terkungkung hanya kepada upaya untuk menghafalkan teori-teori, atau mengumpulkan konsep-konsep, kendatipun tentang kebenaran, akan tetapi harus sampai kepada dataran pencarian-pencarian makna serta hakikat yang lebih mendalam untuk mendapatkan kebaruan.

Model interaksi yang dibangun dalam keluarga amat menentukan model pendidikan yang terjadi di dalamnya. Keluarga hendaknya memiliki hubungan yang akrab dan intim satu dengan yang lain, karena akan memudahkan untuk proses pencerapan nilai-nilai. Akan tetapi keintiman hubungan saja tidak cukup, kata Abdurrahman Shalih Abdullah. Diperlukan perangkat lainnya berupa metoda, pertimbangan waktu dan kondisi. Segala sisi yang memungkinkan hasil pendidikan menjadi lebih baik, perlu mendapat perhatian dalam keluarga. Akan tetapi model yang dipilih tentu yang akan membawa anggota keluarga menuju nilai kebaikan optimal mereka.

Sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Quthb bahwa metodologi pendidikan adalah dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikitpun, baik jasmani maupun ruhani, baik kehidupannya secara fisik maupun kehidupan secara mental, serta segala kegiatannya di bumi ini. Bukan model pendidikan yang akan mematikan potensi dan memandulkan bakat mereka sebagaimana digambarkan Freire sebagai proses dehumanisasi.

Muhammad Quthb menggambarkan proses pendidikan seperti menggesek biola, "Ia menganalisa fitrah manusia itu secara cermat, lalu menggesek seluruh senar dan seluruh nada yang dimiliki oleh senar-senar itu, kemudian menggubahnya menjadi suara yang merdu. Di samping itu ia juga menggesek senar-senar secara menyeluruh, bukan satu demi satu yang akan menimbulkan suara sumbang dan tak serasi. Tidak pula menggeseknya hanya sebagian dan mengabaikan bagian yang lain, yang menyebabkan irama tidak sempurna, tidak mengungkapkan irama yang indah sampai ke tingkat gubahan yang paling mengesankan"

Wallahu a'lam bish shawab.

Jangan Abaikan Kuantitas Pertemuan dengan Pasangan



Oleh : Cahyadi Takariawan

Dalam kehidupan keluarga, sering kita mendengar ungkapan, “Tidak penting berapa lama waktu pertemuan, namun yang lebih penting adalah kualitas pertemuan”. Ungkapan ini digunakan untuk membenarkan kesibukan suami dan isteri yang membuat mereka jarang bertemu, atau kesibukan orang tua yang membuat mereka jarang bertemu dengan anak-anak. Kurang lebih ingin memaafkan kondisi ini dengan dalih kualitas pertemuan jauh lebih penting daripada jumlah dan waktu pertemuan.

Tuan, Nyonya, oke, okelah, baiklah, kita terima asumsi itu. Bahwa kualitas pertemuan sangat penting. Kenyatannya, sering kita jumpai keluarga yang setiap hari bertemu. Suami, isteri dan anak-anak selalu berkumpul di rumah, sepulang dari sekolah dan dari kerja. Namun pertemuan mereka tidak berkualitas, sekedar formalitas, sehingga tidak memberikan suasana nyaman dan harmonis. Bahkan sepertinya lebih sering terlibat cekcok daripada terlihat kompak.

Sebaliknya, sering pula kita jumpai keluarga yang jarang bertemu karena terpisah oleh jarak, namun justru mereka tampak selalu harmonis. Setiap kali bertemu, mereka bahkan seperti pengantin baru. Suami dan isteri tinggal terpisah karena tuntutan pekerjaan. Sepekan sekali suami pulang ke rumah menjumpai isteri dan anak-anak. Namun justru kelihatan tampak selalu mesra dan berbahagia.

Jadi, yang membedakan adalah kualitas pertemuan mereka. Ada pertemuan yang berkualitas, ada pula pertemuan yang biasa-biasa saja, bahkan tidak berkualitas. Dari realitas ini, kita bersepakat bahwa kualitas pertemuan sangat penting, tidak boleh disepelekan dan dianggap remeh. Setiap pertemuan dalam keluarga harus selalu berkualitas. Ya, kita bersepakat tentang pentingnya kualitas pertemuan.

Namun, jangan pernah mengabaikan kuantitas pertemuan. Jangan sekali-kali menganggap bahwa jumlah atau hitungan waktu pertemuan tidak penting. Kuantitas pertemuan itu sangat penting. Tuan, Nyonya, saya tegaskan sekali lagi : sangat penting !

Saya tidak bisa membayangkan bahwa sebuah keluarga hidup terpisah dalam waktu yang lama dan tidak ada batas masa yang jelas kapan bertemunya. Suami bekerja di Indonesia, isteri bekerja di Malaysia. Suami bekerja di Australia, isteri bekerja di Indonesia. Suami tinggal di Kalimantan, isteri tinggal di Sulawesi. Suami menetap di Aceh, isteri menetap di Papua. Setiap hari mereka berkomunikasi melalui telepon, SMS, email, chatting, teleconference, dan sejumlah sarana lainnya yang sangat canggih. Bahkan, konon mereka bisa melakukan hubungan seks jarak jauh. Wah ! Saya tidak mengerti bagaimana caranya.

Secanggih apapun teknologi yang membuat anda selalu terhubung dengan pasangan anda selama 24 jam sehari semalam, namun ingatlah : teknologi tidak pernah bisa menggantikan kehangatan pertemuan langsung. Saat mengobrol melalui teknologi internet, saling bisa memandang dan melihat pasangannya, namun itu tidak pernah serupa dengan pertemuan langsung. Rasa kangen yang anda miliki dan ingin anda curahkan kepada pasangan, ternyata hanya berhadapan dengan benda keras bernama laptop atau komputer. Saat anda menyentuh wajahnya dan membelai rambutnya, ternyata hanya layar laptop atau layar komputer.

Tidak ada yang bisa menggantikan pelukan langsung antara suami dan isteri, atau antara orang tua dengan anak-anak. Teknologi tidak akan mampu menggantikan perasaan nyaman yang muncul akibat pelukan mesra. Tidak bisa dan tidak akan bisa. Pelukan suami kepada isteri tidak bisa digantikan oleh apapun dan oleh siapapun.

Konon, saat berpelukan, tubuh melepaskan hormon oxytocin yang berkaitan dengan rasa damai dan cinta. Hormon ini membuat jantung dan pikiran menjadi tenang dan sehat. Itulah sebabnya, pelukan diyakini dapat menambah angka harapan hidup pasangan anda. Setiap kali anda memeluk pasangan dengan penuh ketulusan dan kasih sayang, bertambahlah angka harapan hidupnya, karena bertambah kesehatannya. Hal ini akan tampak pada penampilannya yang awet muda.

Jika suami dan isteri terpisah oleh jarak karena tuntutan pekerjaan atau alasan apapun, harus ada batas waktu yang jelas kapan kondisi seperti itu akan berakhir. Karena. Normalnya kehidupan keluarga adalah tinggal bersama dalam satu rumah tangga. Kehadiran suami dan isteri dalam rumah tangga yang harmonis, sangat memberikan makna yang dalam bagi kualitas kehidupan. Prestasi kerja akan menjadi meningkat karena ada suport langsung dari pasangan.

Kehadiran sosok ayah dan ibu sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Jika anak-anak tumbuh dalam keluarga yang lengkap, ada ayah dan ada ibu, akan memiliki pengaruh yang positif bagi perkembangan kejiwaan mereka, juga bagi prestasi belajar mereka. Anak-anak akan tumbuh dalam suasana kasih sayang yang lengkap, dan melihat secara langsung aplikasi dari peran-peran kerumahtanggaan. Ini akan sangat penting bagi pembentukan kepribadian mereka, dan membentuk pembelajaran saat mereka kelak berumah tangga.

Jika keluarga selalu tinggal terpisah, akan membuat suasana yang “tidak normal”. Bagaimanapun, suami dan isteri memiliki dorongan pemenuhan kebutuhan kasih sayang yang harus disalurkan. Suami dan isteri juga memiliki dorongan “nafkah batin” yang harus dipenuhi. Jika mereka terbiasa dengan kesendirian karena terpisah jauh dari pasangan, dikhawatirkan akan memudahkan mereka menemukan pemenuhan atas kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan “nafkah batin” dari orang lain yang tidak sah, karena bukan pasangannya. Bisa dengan model “jajan”, atau dengan perselingkuhan yang terjadi atas dasar suka sama suka.

Bahaya lain keterpisahan suami dan isteri adalah muncul perasaan lebih nyaman kalau sendirian. Karena telah terbiasa tinggal terpisah dari pasangan dan dari keluarga, akhirnya masing-masing menikmati suasana kesendirian tersebut, dan bahkan terbentuk sikap merasa lebih nyaman sendirian. Bahaya sekali sikap seperti ini, karena sangat potensial menghancurkan kebahagiaan keluarga. Akhirnya menganggap tidak ada manfaatnya kebersamaan, dan merasa lebih nyaman kesendirian.

Makanya, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, jangan pernah menyepelekan kuantitas pertemuan. Benar, bahwa kualitas pertemuan sangat penting namun kuantitas pertemuan tidak boleh diabaikan. Anda harus menikmati kebersamaan dalam keluarga. Kalaupun terpaksa terpisah karena tugas atau tuntutan pekerjaan, harus ada batas waktu yang jelas. Tidak boleh terpisah untuk waktu yang tidak ditentukan. Apalah artinya berumah tangga jika tinggal terpisah dan tidak menikmati kebersamaan.

Jadi, pertemuan suami dan isteri harus menjadi pertemuan yang berkualitas. Namun jangan mengabaikan kuantitas pertemuan. Anda harus selalu mengagendakan untuk bertemu dan berkumpul dalam sebuah kehangatan dan keharmonisan keluarga. Sesibuk apapun anda, setinggi apapun posisi karir anda, sepadat apapun jadwal kegiatan anda, harus selalu memiliki waktu yang cukup untuk bertemu dan berkumpul dengan pasangan dan keluarga anda.


nDalem Mertosanan, Yogyakarta, 4 September 2011

Minggu, 07 Agustus 2016

Waspadai Hadirnya Cinta Lama

Cinta lama bisa bersemi kembali lho.... Kok ndadak pakai “lho” segala sih.... Apapun judul tulisan ini, berbahagialah anda yang tidak pernah memiliki sejarah “cinta lama”, karena tidak perlu khawatir akan ada yang bersemi kembali. Namun anda tetap memiliki kemungkinan “ada cinta baru” yang sewaktu-waktu tumbuh bersemi. Weleh, podho wae mas.... Sami mawon.

Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya yang saya muliakan, alkisah, kita telah hidup di zaman yang serba mungkin. Zaman kakek kita dulu, untuk menemukan teman lama susahnya bukan main. Mencari teman sewaktu SD, atau teman SMP, atau teman SMA atau teman kuliah, atau teman perjuangan, wah minta ampun. Bagaimana cara agar bisa bertemu teman yang sudah puluhan tahun terpisah. Tidak tahu lagi rimbanya dimana, dan tidak tahu harus kemana mencarinya.

Kini, kita telah dihadiahi oleh globalisasi dengan sejumlah mesin pencari. Mencari apa saja, kita akan bertemu jawabannya. Jika anda tidak mengenal saya sama sekali, cobalah buka Google, lalu ketik nama saya : “Cahyadi Takariawan”, lalu tekan enter, pasti anda akan menemukan sejumlah informasi tentang saya. Jika anda tidak tahu peta Jawa Timur, dengan mudah anda akan menemukannya di google map dan sejumlah mesin pencari sejenis itu. Mudah sekali, luar biasa.

Maka semudah itu pula mencari teman lama, sengaja ataupun tidak sengaja. Lewat jejaring sosial, kita dengan sangat mudah terhubung dengan banyak sekali manusia dari berbagai negara. Ada yang kita kenal, banyak pula yang sama sekali tidak kita kenal. Lewat facebook, twitter dan berbagai perangkat jejaring sosial lainnya, kita terhubung dengan siapa saja. Di antaranya, kita terhubung dengan teman-teman lama. Bahkan, dengan “seseorang yang sangat istimewa”, yang pernah memasuki hati anda duapuluh tahun silam.....

Setelah terhubung, kemudian kontak lewat media cyber tersebut. “Aku kirim pesan di inbox fesbuk-mu”, begitu tulisan di dinding akun fesbuk anda. Lalu anda membukanya, dan mulailah komunikasi itu. Bertukar nomer HP, alamat email, PIN Blackberry dan seterusnya dan seterusnya..... Maka komunikasi pun berlanjut. 

Saat mulai komunikasi itu, awalnya sekedar bertanya kabar dan bercerita hal-hal umum saja setelah sekian lama tidak berjumpa. Namun akhirnya masuk pula ke urusan yang pribadi bahkan sangat pribadi. Mulai curhat, menceritakan persoalan keluarga. Hingga akhirnya mulai menceritakan ketidakbahagiaan, dan membayangkan betapa bahagia jika bisa melewati waktu bersama anda lagi. 

Semula anda biasa saja, karena tidak membayangkan bertemu seseorang yang sudah lama namanya anda kubur. Namun karena intensifnya komunikasi, perlahan hati anda mencair. Kebekuan hati anda mulai tercairkan oleh hadirnya orang lama yang sempat anda cintai di masa lalu. Padahal kini semua sudah berubah. Anda telah memiliki pasangan hidup yang sah, si diapun sudah memiliki keluarga. Namun dia selalu mengatakan tidak bahagia menikah dengan pasangannya, dan membayangkan ingin kembali kepada anda.

Anda dibuat berhitung. Antara keluarga yang sudah anda bangun selama ini, dengan hadirnya orang lain yang menghidupkan kembali hati anda. Sepertinya anda kembali muda. Sepertinya anda baru bangun dari tidur dan melihat bahwa bunga-bunga sedemikian indahnya. Sepertinya anda belum pernah merasakan suasana hati seperti ini. Sepertinya anda belum pernah merasakan semangat dan bahagia yang sedemikian kuatnya.

Ya. Anda jatuh cinta lagi pada orang yang pernah anda cintai.

Wah, gawat ! Padahal anda sudah punya suami, dan dia sudah punya isteri. Padahal anda sudah punya isteri, dan si dia sudah punya suami. Hem hem hem.... Mulailah mencari cara untuk sering bertemu. Berbohong kepada suami, berbohong kepada isteri, demi bertemu kekasih lama yang hadir kembali. Tiba-tiba anda melihat dunia sudah berubah sama sekali. Anda seperti menjadi orang baru, dan diapun begitu.

Ayo segera dibuat kegiatan untuk alasan. Namanya Reuni SD, Reuni SMP, Reuni SMA, Reuni Fakultas Anu Universitas Inu Angkatan Itu.... Reuni Penonton Film Nyi Blorong, Reuni Panitia 17 Agustus 1985, Reuni Panitia Penyambutan Siswa Baru angkatan 1976, Reuni Penumpang Kereta Api Senja Utama, atau apa sajalah.... Kalau pas Ramadhan ya Buka Puasa Bersama, kalau pas Syawal ya Syawalan Bersama, kalau pas tahun baru ya perayaan Malam Tahun Baru.... Yang penting ada si dia dalam acara itu. Reuni diadakan seminggu sekali, tempatnya di rumah anda atau di rumah si dia. Lama-lama pesertanya tambah sedikit karena pada bosan reunian, akhirnya tinggal anda berdua yang rajin datang reuni. Lalu, Reuni diajukan sehari sekali.

Tiba-tiba anda dan si dia tambah berani. Kini berani janjian, berjalan-jalan berduaan, menyusuri tempat-tempat yang dulu pernah anda kunjungi bersama. Makan siang di rumah makan favorit saat SMA. Nonton film di gedung bioskop dekat SMA, eh ternyata sekarang sudah tutup. Jadinya anda membuat film sendiri di sepanjang jalan kenangan. Berbalas SMS setiap menit, telpon tiap satu jam sekali, durasi telponnya dua jam (nombok dong). Tagihan telepon paska bayar anda membengkak. Wah, bulan kemarin tagihannya sepuluh juta, bulan ini tagihannya duapuluh juta..... Padahal biasanya cuma limaratus ribu rupiah saja. Tapi anda bahagia.

Tiba-tiba anda sangat peduli dengan dia dan semua urusannya. Anda selalu siap membantu segala keperluannya. Anda merasa menjadi pahlawan super hero bagi si dia, yang selalu siap memberikan bantuan kapanpun diperlukan. Uang anda terhambur tanpa terhitung. Waktu anda tersita untuk mengurus semua hal tentang dia. Aneh, anda tidak merasa lelah, anda tidak merasa capek. Anda sangat senang saat dia meminta tolong. Anda benar-benar bahagia saat bersamanya.

Tiba-tiba anda sangat memperhatikan penampilan. Pakaian anda sangat rapi, penampilan anda sangat elegan. Demikian teliti anda dengan semua bagian tubuh anda yang semula kurang anda perhatikan. Kini anda rajin ke salon, anda rajin ke perawatan kulit dan perawatan wajah, anda rajin mengikuti program olah raga, program diet anda sangat teratur, anda mengganti sabun mandi, shampo dan parfum, karena itu kesukaan si dia. Anda lakukan apapun, untuk menyenagkan si dia.

Hei hei hei.... hati-hati Tuan, hati-hati Nyonya ! Anda sudah punya isteri, anda sudah punya suami. Anda sudah punya anak, bahkan anda sudah punya cucu. Jangan terjebak dalam kerumitan hubungan seperti itu. Ayolah mumpung belum terlalu jauh, kembali kepada keluarga masing-masing.

Saya ada beberapa saran untuk anda semua, agar terhindar dari jebakan cinta lama bersemi kembali seperti itu. 

1.Beningkan Pikiran Anda

Tuan, Nyonya, cobalah pikir masak-masak dengan pikiran yang bening. Siapa sih anda, dan siapa pula dia ? Bukankah anda terikat oleh sebuah ikatan pernikahan yang sah dan sakral, dia pun juga demikian. Pernikahan telah anda laksanakan atas nama Tuhan, atas nama agama, atas nama negara. Bukan main-main, anda telah berikrar untuk menjaga dan membahagiakan keluarga anda. Jangan rusak kebahagiaan keluarga anda demi mengejar kebahagiaan anda bersama si dia.

Beningkan pikiran anda, jangan terkotori oleh pikiran tentang si dia. Letakkan saja pikiran tentang si dia, jangan anda ambil lagi. Dia sudah memiliki pasangan, dia sudah dewasa. Yakinlah, dia akan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri bersama pasangannya. Kehadiran anda dalam hidupnya bukan menyelesaikan masalah, namun justru menambah berat permasalahannya. Jangan ganggu dia. 

Beningkan pikiran anda, jika perselingkuhan ini diketahui pasangan dan anak-anak anda, akan bisa menghancurkan bahtera rumah tangga yang sudah anda bangun selama ini. Tidak mudah mengembalikan gelas retak agar mulus seperti semula. Jika anda mulai bermain api, bersiaplah menghadirkan pemadam kebakaran, karena api akan menjalar dengan sangat cepat dan tidak pandang bulu. Bulu apapun akan dilahapnya, hingga semua bisa hangus tanpa sisa.

Coba perhatikan kata-kata saya ini. “Orang yang sepertinya sedemikian perhatian kepada anda saat ini, dia adalah orang yang tidak perhatian kepada keluarganya. Dia tengah mengkhianati keluarganya. Dia khianati pasangannya, dia khianati anak-anaknya, demi mengejar anda. Maka apa jaminannya bahwa nanti dia tidak mengkhianati anda? Bukankah sekarang dengan mudah dia ceritakan kejelekan dan kekurangan pasangannya di depan anda ?”

Perhatikan pula kata-kata saya ini. “Orang yang sepertinya sangat care kepada anda saat ini, mampu menampung curhat anda, dan sedemikian nyaman berbincang dengan anda, dia adalah orang yang tidak bisa nyaman berbincang dengan pasangannya di rumah. Dia tidak care dengan keluarganya, jadi sesungguhnya dia sedang berpura-pura dan bermain sandiwara di depan anda”.

2.Bersihkan Hati Anda

Tuan, Nyonya, bersihkan hati anda. Hati yang bersih akan menuntun anda kepada perbuatan mulia, sebaliknya jika hati kotor akan mudah membawa anda kepada perbuatan tercela. Cara membersihkan hati adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Bertaubatlah, mohonlah ampunan kepada Tuhan. Anda telah terlibat dalam perselingkuhan dan hubungan hati yang sangat rumit. Anda berpotensi merusak keutuhan rumah tangga orang, dan itu berdosa.

Bersihkan hati anda, jangan sampai nafsu menguasai jiwa anda yang membuat anda kehilangan nalar dan pertimbangan. Langkah anda bersama si dia sangat berpotensi merusak keutuhan keluarga anda sendiri, dan pasti anda akan sangat menyesal jika keluarga yang sudah bersusah payah anda bina ini nantinya rusak binasa.

3.Jadikan Rumah sebagai Kontrol Anda

Ayolah Tuan, ayolah Nyonya, jangan sembunyikan sesuatu di rumah anda. Asyik sekali anda bermain fesbuk, twitter, berikirim email berbincang lewat blacberry, chatting, kirim SMS, telpon dan lain sebagainya. Handphone selalu anda bawa kemana-mana, tidak pernah anda tinggal di rumah. Ke kamar mandi pun tetap membawa HP dan Blackberry. Khawatir pasangan atau anak anda membuka rahasia hubungan anda dengan si dia.

Letakkan HP, blackberry, laptop, iPad, galaxy, tablet atau apapun namanya teknologi kayak gituan (habis saya tidak tahu namanya), di rumah anda. Biarkan semua angota keluarga bisa meng-akses akun email, fesbuk, twitter, blog, blackberry, dan HP anda. Jika pasangan anda ingin tahu isi SMS yang ada di HP anda, kapanpun dia bisa melakukannya. Jika pasangan anda ingin masuk ke fesbuk atau twitter anda, dia tidak perlu mencuri teknologi utnuk membongkar akun pribadi anda. Sudahlah, biarkan jejaring sosial itu menjadi milik bersama di rumah anda. Sebagaimana anda berhak dan bisa melihat HP pasangan anda, melihat akun fesbuk dan emailnya, melihat pesan-pesan di BBMnya.

4.Mendekatlah kepada Pasangan Anda

Hai Tuan, hai Nyonya, jangan menjauh dari pasangan anda. Ingatlah, semua keluarga pasti memiliki masalah. Semua pasangan memiliki persoalan. Jangan suka membesar-besarkan dan anda gunakan untuk bahan cerita kepada orang lain. Bahkan menjadi bahan curhat kepada si dia. Kejam sekali anda, “menjual” kelemahannya demi mendapatkan simpati dan rasa iba dari si dia. Jika anda dengan pasangan tengah ada masalah, hadapi dan selesaikan dengan baik-baik. Jangan anda jadikan alasan menjauh dari pasangan utnutk mendekat kepada orang ketiga.

Semakin anda menjauh dari pasangan, yakinlah persoalan anda akan semakin sulit diselesaikan. Jika anda mulai curhat kepada orang ketiga, yang ternyata adalah si dia, maka anda menambah bibit-bibit persoalan baru dalam kerumitan persoalan yang tengah anda hadapi bersama pasangan. Maka begitu anda merasakan ada masalah dengan pasangan, semakin mendekat dan merapatlah kepada pasangan. Jangan biarkan ada orang ketiga yang masuk.

5.Ajak Pasangan Anda Refresing Berdua

Mari Tuan, mari Nyonya, sesekali waktu ajak pasangan anda refreshing berdua saja. Mungkin anda berdua terlalu sibuk selama ini sehingga kurang saling memperhatikan. Anda merasa nyaman setelah ada si dia yang sedemikian perhatian kepada anda. Sepertinya anda menemukan surga, setelah sekian lama didera suasana lelahnya bekerja, tanpa ada seseorang yang sedemikian care kepada anda di rumah. Hei hei hei.... Tuan, Nyonya, jangan salah. Pasangan anda pun bisa melakukan hal yang sama.

Carilah waktu yang tepat dan suasana yang nyaman. Ajak pasangan anda berjalan-jalan ke tempat-tempat romantis yang anda suka. Ajaklah naik sepeda kayuh berdua, nonton film berdua, makan malam di tempat yang romantis, ayolah Tuan, ayolah Nyonya, pasti anda bisa. Anda hanya kurang perhatian saja kepada pasangan anda. Pasangan anda pun banyak kelebihan, dan anda bisa lebih menggali berbagai macam hal darinya.

6.Mendekatlah kepada Anak-anak Anda

Lihat anak-anak anda Tuan, perhatikan anak-anak anda Nyonya. Mereka semakin dewasa, mereka semakin mengerti dunia. Anak-anak adalah aset yang sangat berharga bagi anda. Merekalah penerus sejarah keluarga anda. Maka jangan menjauh dari mereka. Jadikan anak-anak sebagai pengingat bagi anda, agar anda tidak menyimpang. Wibawa dan harga diri anda akan hancur berkeping di depan anak-anak anda, jika mereka mengetahui orang tuanya selingkuh.

Anda juga memberikan contoh buruk bagi anak-anak, jika anda melakukan perselingkuhan. Anda mengajarkan ketidaksetiaan, anda mengajarkan kebohongan dan pengkhianatan, jika anda meneruskan hubungan dengan si dia. Ayolah Tuan, ayolah Nyonya, tinggalkan saja si dia. Mendekatlah kepada anak-anak anda. Jangan rusak masa depan anak-anak dengan perselingkuhan yang anda lakukan. Ketahuilah, perselingkuhan sangat menyakitkan bagi anak-anak anda. Mereka pasti kehilangan figur dan teladan jika menyaksikan anda membangun cinta dengan orang lain.

Bukankah selama ini anda telah menjadi kebanggaan anak-anak anda ? Jangan hancurkan harapan dan kebanggaan mereka kepada anda.

Tuan, Nyonya, itulah enam resep dari saya. Jangan biarkan cinta lama anda kepada orang lain bersemi kembali, padahal si dia sudah memiliki pasangan dan anda pun sudah memiliki pasangan. Arahkan energi cinta anda kepada pasangan dan keluarga anda. Luapkan kegembiraan hati kepada pasangan dan anak-anak anda. Jatuh cinta lah kepada pasangan anda, jangan mencari-cari dari si dia yang bukan milik anda.


nDalem Mertosanan, Yogyakarta, 3 September 2011